Informasi dari Gunem.id menyebutkan perubahan sistem distribusi elpiji 3 kg oleh Pertamina memicu antrean panjang di berbagai wilayah. Kebijakan yang hanya menjual gas subsidi di tingkat pangkalan ini, bertujuan mencegah kebocoran, justru menimbulkan keresahan masyarakat.

Related Post
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengungkapkan peningkatan kebutuhan subsidi elpiji 3 kg pada 2025 mencapai Rp87,6 triliun, naik dari Rp85,6 triliun di 2024. Volume subsidi pun meningkat menjadi 8,17 juta ton. Meski Said memastikan alokasi cukup, ia menekankan perlunya perbaikan komunikasi publik agar tidak terjadi kepanikan yang dimanfaatkan oknum.

Said mengkritik kebijakan penjualan elpiji 3 kg hanya melalui pangkalan. Ia menilai pemerintah dan Pertamina perlu mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, akurasi data konsumen, dan daya beli masyarakat yang menurun. Implementasi sistem baru, menurutnya, harus bertahap, dimulai dari daerah yang siap.
Prioritas utama, tegas Said, adalah memastikan rumah tangga miskin, lansia, dan UMKM tetap mengakses elpiji subsidi. Operasi pasar dan penindakan tegas terhadap penimbun dan pengoplos elpiji juga mendesak dilakukan.
Data menunjukkan konsumsi elpiji 3 kg meningkat 4,34% rata-rata per tahun (2019-2022), meski melambat menjadi 3,14% (2022-2023) setelah registrasi konsumen. Ironisnya, subsidi justru banyak dinikmati masyarakat mampu, bukan kelompok ekonomi terendah. Praktik pengoplosan elpiji subsidi dan non-subsidi semakin memperparah masalah. "Banyak rumah tangga yang berhak subsidi justru tak mendapatkannya," pungkas Said.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.