Informasi dari Gunem.id menyebutkan polemik kembali terjadi di dunia properti Surabaya. Puluhan penghuni Bale Hinggil, sebuah apartemen di Surabaya Timur, mengadu ke DPRD Surabaya pada Senin (11/12) lalu. Mereka mengeluhkan pemutusan akses lift yang membuat mereka kesulitan masuk ke unit apartemen masing-masing.

Related Post
Keluhan ini mencuat karena warga, yang tergabung dalam Bale Hinggil Community, dianggap belum membayar biaya pengelolaan lingkungan (BPL) baru. Mereka bersikukuh ada kesepakatan tahun 2021 yang menyatakan fasilitas umum tidak boleh diputus sebelum ada kesepakatan bersama terkait kenaikan tarif. "Surat peringatan dilayangkan awal Desember, dan lift dimatikan. Ini melanggar kesepakatan bermaterai," ungkap Kristanto, salah satu penghuni, kepada Gunem.id.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Aning Rahmawati, melihat potensi pelanggaran dalam kasus ini. Ia berpendapat, sebelum Akta Jual Beli (AJB) diserahkan, biaya fasilitas seharusnya ditanggung pengembang, termasuk akses lift. DPRD berencana melakukan sidak ke Bale Hinggil pada Kamis (12/12) untuk mendengarkan penjelasan pihak pengelola. "Kami juga meminta DPRKPP Surabaya memfasilitasi pertemuan terpisah antara warga dan pengembang," tambah politisi PKS tersebut.
Pihak pengembang, PT Tata Kelola Sarana, melalui Building Manager Oky Muchtar, menjelaskan penonaktifan lift dikarenakan 80 penghuni belum melunasi BPL sejak 2021, menyusul kenaikan tarif dari Rp 7.500 menjadi Rp 13.500 per meter persegi. "Kami sudah layangkan surat peringatan, namun tak ada respons. Penonaktifan dilakukan sesuai aturan," jelas Oky. Ia membantah adanya persekusi dan memastikan akses lift tetap diberikan kepada penghuni lansia. "Lansia yang dimaksud adalah orang tua salah satu pemilik, dan kami tetap memberikan akses lift," tegasnya. Perselisihan ini pun menyisakan pertanyaan besar terkait kesepakatan awal dan hak-hak penghuni apartemen.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.