Gunem.id – Produsen tahu dan tempe tengah dilanda kekhawatiran akibat melonjaknya harga kedelai. Kenaikan harga ini dipicu oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang membuat harga kedelai impor semakin mahal.
Related Post
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifudin, mengungkapkan bahwa harga kedelai telah merangkak naik sejak September 2023. Kenaikannya bahkan mencapai 40%, dari Rp 9.000 per kilogram menjadi Rp 13.500 per kilogram. "Tren kenaikan ini diprediksi akan terus berlanjut hingga Desember," ujar Aip.
Akibatnya, produsen tahu dan tempe terpaksa melakukan berbagai cara untuk bertahan. Ukuran tahu dan tempe pun dikurangi, begitu pula jumlah produksinya. Beberapa produsen bahkan memilih untuk menghentikan sementara produksi.
Gakoptindo tengah berupaya agar pemerintah memberikan subsidi untuk kacang kedelai. "Kedelai merupakan pangan strategis yang harus mendapat perhatian dari pemerintah," tegas Aip. Namun, ia mengakui bahwa pemberian subsidi bukanlah solusi permanen. "Pasalnya, yang mengalami kenaikan harga adalah kedelai impor," imbuhnya.
Aip menjelaskan bahwa kedelai impor sebagian besar merupakan hasil rekayasa genetika (GMO) yang menghasilkan panen lebih tinggi, mencapai 4 ton per hektar. "Berbeda dengan kedelai lokal yang dibudidayakan secara alami, hasilnya hanya 1 hingga 2 ton per hektar," jelas Aip.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.