Gunem.id – Perang terbaru antara Israel dan Hamas diprediksi bakal menggoyang pasar minyak dunia. Para ahli memprediksi harga minyak akan merangkak naik seiring dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.
Related Post
Pasca serangan Hamas ke Israel pada Sabtu (7/10), harga minyak langsung melonjak 5% pada Senin (9/10). Giovanni Staunovo, ahli strategi di UBS, mengatakan bahwa "premi risiko geopolitik cenderung memudar dengan cepat jika pasokan minyak tidak terpengaruh."
Namun, para pelaku pasar tetap waspada. Mereka akan memantau dengan cermat pergerakan Hizbullah di Lebanon dan respons politik Israel. Selain itu, potensi sanksi AS terhadap ekspor minyak mentah Iran juga menjadi perhatian.
"Risiko terseretnya Teheran ke dalam konflik telah meningkat," ujar Staunovo.
Meskipun Iran membantah keterlibatannya dalam serangan Hamas, laporan mengenai keterlibatan mereka terus beredar. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga menyatakan belum ada bukti yang menghubungkan Teheran dengan serangan tersebut.
Produksi minyak Iran sendiri telah pulih ke level tertinggi dalam lima tahun terakhir, mencapai 3,1 juta barel per hari.
"Saat ini, tidak ada ancaman langsung terhadap pasokan minyak, namun pasar sedang khawatir," kata Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank. "Seringkali, sentimen dan kekhawatiran pasar dapat memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan faktor fundamental yang sebenarnya."
Badan Energi Internasional memperkirakan pasar minyak akan mengalami defisit besar pada kuartal keempat tahun ini, terutama karena pengurangan pasokan OPEC. Arab Saudi dan Rusia telah menegaskan kembali pengurangan pasokan kolektif mereka sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun.
Goldman Sachs memprediksi harga minyak akan mencapai 100 dolar AS per barel pada Juni 2024. Sementara UBS memperkirakan minyak mentah Brent akan kembali ke kisaran 90-100 dolar AS per barel di pasar yang kekurangan pasokan.
Pekan lalu, harga minyak mencatat penurunan mingguan terbesar sejak Maret di tengah kekhawatiran permintaan akibat suku bunga yang tinggi. Brent turun sekitar 11% sementara WTI mencatat penurunan lebih dari 8%.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.