Gunem.id – Miliarder Andrew Forrest, pemilik perusahaan tambang Wyloo Metals, terpaksa menghentikan operasi tambang nikel di Australia Barat. Keputusan ini diambil karena anjloknya harga nikel yang membuat bisnis tambang tidak lagi menguntungkan.
Related Post
Wyloo Metals, yang mempekerjakan lebih dari 220 kontraktor, merupakan salah satu penambang nikel terbaru yang menutup operasinya di Australia. Penutupan ini juga memaksa BHP Group, pemasok utama bijih untuk pabrik Wyloo, untuk mengikuti jejak mereka dan menutup pabrik pengolahannya.
Langkah ini mengancam lapangan kerja di konsentrator nikel BHP di Kambalda. Menurut Financial Review, tambang-tambang di dekat Kambalda akan menjalani perawatan dan pemeliharaan mulai tanggal 31 Mei 2024.
Anjloknya harga nikel, yang digunakan untuk membuat baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik, terjadi dalam satu tahun terakhir. Para produsen Australia menuding melimpahnya operasi tambang nikel yang didukung China di Indonesia sebagai penyebabnya.
Penutupan tambang oleh Forrest dan BHP Group mengakibatkan hilangnya lebih dari 1.000 lapangan kerja di seluruh tambang nikel di Australia Barat sejak awal Desember. Hal ini terjadi meskipun permintaan untuk logam yang digunakan dalam pembuatan baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik masih tinggi.
Langkah BHP ini merupakan bagian dari serangkaian upaya yang dilakukan oleh perusahaan tambang di Australia karena lonjakan pasokan nikel dari Indonesia telah menjatuhkan harga sebesar 40 persen pada tahun lalu.
Produsen nikel Australia mulai terpukul karena pasokan nikel Indonesia ke pasar global. Analis mengatakan bahwa hal itu membuat harga nikel rendah dan permintaan menurun.
Nasib sektor nikel Australia ini juga telah meningkatkan ketegangan antara Canberra dan Indonesia. Menteri Sumber Daya Madeleine King tidak senang dengan kebijakan perdagangan Indonesia yang telah meningkatkan investasi China dalam produksi nikel di Indonesia.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.