Gunem.id – Rencana penerapan kemasan polos pada rokok terus menuai kontroversi. Pakar desain komunikasi visual menilai kebijakan ini akan mempersulit konsumen dalam membedakan rokok legal dan ilegal. Dr. Listia Natadjaja, Dosen sekaligus Ketua Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Kristen Petra Surabaya, menyatakan bahwa kemasan seragam akan menghilangkan identitas visual yang menjadi ciri khas setiap merek.
Related Post
"Dengan kemasan polos, konsumen akan kesulitan mengenali merek dan kualitas produk," ujar Dr. Listia. Ia juga menekankan bahwa desain kemasan memiliki peran penting dalam memberikan informasi dan identitas produk. "Jika semua kemasan seragam, nilai kompetitif di pasar akan hilang, dan ini akan merugikan perusahaan rokok legal yang sudah mendaftarkan merek dan HAKI untuk desain kemasan," tambahnya.
Di sisi lain, asosiasi rokok juga menolak keras rencana ini. Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) menilai kebijakan ini sebagai "pembunuhan sistematis" terhadap industri rokok kecil dan menengah. Wakil Sekjen Formasi, Abdul Gafur, menyatakan bahwa penerapan kemasan polos akan berdampak buruk bagi industri rokok skala kecil dan menengah.
"Peredaran rokok ilegal pasti akan semakin marak, daya beli menurun, dan ujung-ujungnya terjadi PHK besar-besaran. Negara juga akan kehilangan pemasukan ratusan triliun jika kebijakan ini disahkan," ujar Abdul Gafur.
Abdul Gafur juga menyoroti potensi peningkatan rokok ilegal. Saat ini, peredaran rokok ilegal mencapai 10 miliar batang per tahun, sementara produksi rokok oleh pengusaha skala menengah hanya 3 miliar batang per tahun.
"Biaya produksi rokok ilegal tanpa cukai hanya Rp5.000 per 20 batang, sementara rokok legal mencapai Rp22.000 per 20 batang. Dengan aturan baru ini, margin keuntungan semakin kecil," katanya.
Sekjen Formasi, JP Suhardjo, menegaskan bahwa asosiasi tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan ini. Ia berharap Kementerian Kesehatan bisa lebih bijaksana dalam membuat kebijakan terkait rokok, mengingat dampaknya tidak hanya pada kesehatan, tetapi juga menyangkut mata pencaharian banyak orang dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga pedagang kecil.
"Industri rokok bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika aturan ini diterapkan, itu sama saja dengan pembunuhan sistematis terhadap industri kami," pungkasnya.
Tinggalkan komentar