Gunem.id – Debat publik Pilgub Jatim 2024 kembali memanas. Kali ini, sorotan tertuju pada kinerja Khofifah-Emil, pasangan calon petahana, yang dikritik oleh lawan debatnya. Khofifah, yang juga Ketua Umum PP Muslimat NU, menegaskan bahwa capaian Pemprov Jatim bukan "asal bunyi" melainkan berdasarkan data dan indikator yang terukur.
Related Post
Khofifah mencontohkan skor MCP (Monitoring Center for Prevention) Jawa Timur yang mencapai 92, jauh di atas skor nasional yang hanya 75. Ia juga menekankan bahwa inovasi di Pemprov Jatim dilakukan secara terstruktur dan terukur, terbukti dengan penghargaan IGA (Inovatif Government Award Watch) yang diraih Jawa Timur sebagai provinsi paling inovatif tahun 2023.
"Semua itu tidak berada pada ruang hampa," tegas Khofifah.
Menanggapi kritikan soal koordinasi dengan pemerintah pusat, Khofifah menjelaskan bahwa Pemprov Jatim memiliki sistem koordinasi yang efektif, termasuk melalui grup WhatsApp dengan Mendagri. Namun, ia mengakui bahwa ada kepala daerah yang enggan bergabung dalam grup tersebut, sehingga menghambat koordinasi.
Terkait penanganan kemiskinan ekstrem, Khofifah menyebut angka kemiskinan ekstrem di Jawa Timur turun drastis dari 1,8 juta pada tahun 2019 menjadi 268.000 pada Maret 2024. Ia menegaskan bahwa pencapaian ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh Pemprov Jatim, melainkan melalui sinergi dengan berbagai pihak, termasuk swasta, ormas, dan pemerintah daerah.
Emil Elestianto Dardak, Cawagub nomor urut 02, menambahkan bahwa birokrasi yang baik harus berdampak nyata. Ia mencontohkan penghargaan produksi padi tertinggi yang diraih Jawa Timur, yang merupakan hasil nyata dari upaya meningkatkan produksi padi untuk para petani.
"Jadi kalau ada yang ngomong, percuma punya birokrasi yang bagus kalau nggak ada artinya. Itu ngak bisa karena birokrasi yang bagus itu harus bawa hasil," tegas Emil.
Emil juga menyoroti kritik soal penanganan kekeringan, yang menurutnya ditangani secara terukur dan terkoordinasi dengan BPBD dan pemerintah daerah. Ia menilai bahwa kritik yang hanya mengambil satu atau dua cerita tanpa melihat data secara menyeluruh, akan membuat publik kurang memahami situasi sebenarnya.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.