Gunem.id – Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur (PW Ansor Jatim) angkat bicara terkait dua kadernya yang terancam gagal dilantik sebagai anggota DPR RI periode 2024-2029. Dua kader tersebut adalah Wakil Ketua Umum PP GP Ansor Achmad Gufron Sirodj atau Ra Gopong dan Kasatkorwil Banser Jatim Irsyad Yusuf.
Related Post
Keduanya tercatat sebagai Caleg DPR RI terpilih hasil Pemilu 2024 lalu. Namun, mereka terancam gagal dilantik karena dipecat PKB dari anggota partai dengan alasan yang tidak jelas dan tidak masuk akal.
Ketua PW Ansor Jatim, Musaffa Safril, mendesak KPU untuk bersikap adil dan independen dalam kasus ini. Ia menilai, keputusan pembatalan pelantikan hanya dapat dilakukan jika terdapat pelanggaran hukum bagi kedua Caleg terpilih tersebut.
“KPU harus mampu menunjukkan independensinya dalam menangani kasus pemecatan ini. Sebagai lembaga yang dipercaya menjaga proses demokrasi, KPU harus menegaskan bahwa kewenangan untuk melantik calon legislatif terpilih sepenuhnya ada di tangan mereka, bukan di tangan partai politik,” tegas Safril.
Safril juga menyoroti tindakan PKB yang dinilai otoriter. Ia menekankan bahwa kedua kader Ansor tersebut mendapat mandat langsung dari rakyat sehingga terpilih menjadi DPR RI.
“Setiap keputusan untuk membatalkan pelantikan hanya dapat dilakukan jika terbukti adanya pelanggaran hukum yang jelas dan terukur, bukan semata-mata berdasarkan keputusan internal partai,” tegasnya.
Safril khawatir, keputusan KPU yang tidak melantik Ra Gopong dan Gus Irsyad akan menimbulkan kecurigaan bagi publik. Ia menilai, KPU bertindak tidak independen dan melukai rasa keadilan di masyarakat.
“Sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang independen, KPU memiliki peran krusial dalam menjaga integritas dan netralitas proses demokrasi. Tindakan KPU untuk tidak melantik Sahabat Ghufron Sirodj sebagai salah satu calon legislatif terpilih karena pemecatan oleh PKB menimbulkan pertanyaan serius mengenai sejauh mana independensi KPU dari tekanan eksternal, khususnya dari partai politik,” jelasnya.
Ia menegaskan, jika KPU tidak bersikap tegas dan independen, kepercayaan publik terhadap KPU akan luntur.
“Keputusan semacam ini perlu dipertimbangkan secara hati-hati agar tidak merusak kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penjaga demokrasi yang seharusnya netral dan berdiri di atas kepentingan politik manapun,” jelasnya.
“Jika partai politik dapat dengan mudah memecat seorang calon legislatif yang telah dipilih oleh rakyat dan mencegah pelantikannya, maka hal ini menjadi ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia. Tindakan semacam itu membuka peluang bagi partai untuk menggunakan pemecatan sebagai alat kontrol otoriter terhadap kadernya, tanpa memperhitungkan aspirasi rakyat yang telah memilih mereka,” pungkasnya.
Tinggalkan komentar