Informasi dari Gunem.id mengungkap kekhawatiran terkait kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Kebijakan ini, yang diklaim bertujuan untuk mendukung program makan bergizi gratis (MBG), justru memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di berbagai sektor, termasuk TVRI dan RRI.

Related Post
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP, Putra Nababan, menyoroti dampak negatif kebijakan tersebut. "Jangan sampai masyarakat dipaksa memilih antara program MBG atau pekerjaan mereka. Ini mismanagement narasi," tegas Putra. Ia mempertanyakan bagaimana pemerintah bisa memberi makan anak-anak sementara orang tua mereka kehilangan mata pencaharian.

Suwandih, seorang pekerja di bidang event organizer (EO), menjadi salah satu korban PHK. Perusahaannya terpaksa menutup operasional akibat penurunan permintaan dan pemangkasan anggaran dari klien pemerintah dan swasta. Ia menceritakan bagaimana kebijakan efisiensi anggaran, yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, telah menghantam perekonomian keluarganya. Meskipun ia bersyukur anaknya mendapat manfaat dari program makan gratis di sekolah, ia kehilangan pekerjaannya setelah lima tahun mengabdi di perusahaan EO tersebut. Penurunan omzet hingga 70% dialami banyak perusahaan EO, menurut Asosiasi Event Organizer Indonesia, akibat Inpres tersebut.
Data Kementerian Pendidikan Dasar Menengah menunjukkan lebih dari 10 juta siswa kini mendapatkan akses makan sehat setiap hari berkat program MBG. Program ini memang meningkatkan angka kehadiran siswa, terutama di daerah terpencil. Namun, di sisi lain, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sektor jasa, termasuk EO, sebagai salah satu sektor yang paling terdampak PHK.
Suwandih berharap pemerintah mengevaluasi kebijakan ini agar tercipta keseimbangan antara kesejahteraan generasi muda dan perlindungan pekerja. Ia menyoroti bahwa di balik angka-angka kebijakan, terdapat ribuan keluarga yang berjuang untuk bertahan hidup.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.