Laporan Gunem.id mengungkap kondisi ekonomi Rusia yang semakin memburuk. Bank sentral Rusia tengah waspada terhadap pelemahan tajam rubel dan kekurangan tenaga kerja yang signifikan, memicu lonjakan inflasi. Meskipun sempat mempertimbangkan kenaikan suku bunga, Gubernur Bank Sentral Elvira Nabiullina mengumumkan keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan di angka 7,5 persen. Namun, sinyal pengetatan moneter sudah dikumandangkan, mengindikasikan kenaikan suku bunga di masa mendatang.
Related Post
Nabiullina mengungkapkan bahwa kenaikan suku bunga antara 25 hingga 75 poin basis telah dibahas. Kenaikan ini akan menjadi yang pertama sejak invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu, saat bank sentral terpaksa menaikkan suku bunga hingga 20 persen untuk menstabilkan rubel dan pasar keuangan. Kini, proyeksi inflasi diperkirakan mencapai 4,5-6,5 persen pada akhir tahun, meningkat dari 3,5 persen sebelumnya. Bank sentral menunjuk peningkatan pengeluaran fiskal, perburukan neraca perdagangan, dan krisis tenaga kerja sebagai faktor pendorong inflasi.
Pelemahan rubel terhadap dolar mencapai sekitar 14 persen sepanjang 2023, meningkatkan harga impor dan memperparah inflasi. Pada Jumat pekan lalu, rubel bahkan menyentuh level terendah dalam lebih dari dua bulan, melewati angka 83 per dolar. Kekurangan tenaga kerja juga mencapai rekor terburuk, akibat mobilisasi militer dan eksodus warga negara. Perang di Ukraina telah mengakibatkan kematian dan luka-luka pada sekitar 200 ribu orang, serta mobilisasi 300 ribu tentara tahun lalu dan rencana mobilisasi ratusan ribu lagi tahun ini. Ditambah lagi, eksodus warga negara yang menghindari wajib militer diperkirakan mencapai 1,3 juta pekerja. Kondisi ini turut berkontribusi pada penurunan produksi industri Rusia hingga 5 persen bulan lalu.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.