Gunem.id – Rencana pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada 21 Maret 2025 menuai kritik dari berbagai pihak. Prof. Dr. Noor Harisudin, pakar hukum UIN KHAS Jember, menilai proses pengesahan terburu-buru dan perlu mempertimbangkan masukan publik. Menurutnya, revisi KUHAP harus benar-benar mengakomodasi harapan masyarakat agar tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.

Related Post
Meskipun diapresiasi sebagai bagian reformasi hukum, Prof. Noor menyoroti sejumlah pasal yang berpotensi menimbulkan ketimpangan serius. Ia menyayangkan hilangnya pasal penyelidikan dalam RUU KUHAP. Padahal, penyelidikan merupakan tahapan krusial dalam penegakan hukum dan perlindungan HAM, bertujuan mengumpulkan bukti permulaan sebelum penyidikan. Meskipun mengakui perlunya pembatasan waktu penyelidikan, Prof. Noor menekankan pentingnya mempertahankan tahapan ini.

Lebih lanjut, Prof. Noor mengkritik RUU KUHAP yang memberikan kewenangan ganda dan berlebih kepada Kejaksaan. Beberapa pasal dalam RUU tersebut menunjukkan dominasi Kejaksaan, mulai dari hak mempertanyakan sahnya penangkapan dan penahanan polisi hingga kewenangan penyadapan. Hal ini, menurutnya, berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Kekhawatiran lain muncul terkait kemungkinan revisi KUHAP akan menciptakan sistem yang mirip dengan HIR (Herziene Inlandsch Reglement) zaman Belanda, di mana polisi menjadi bawahan Jaksa. Konsep restorative justice yang hanya bisa dilakukan Jaksa juga dikritik karena dinilai menghambat semangat pemulihan hak korban.
Prof. Noor menegaskan pentingnya mempertahankan asas diferensiasi fungsional yang setara antar aparat penegak hukum (APH) – polisi, jaksa, hakim, dan advokat – dalam kerangka Integrated Criminal Justice System (ICJS). Ia mendesak DPR untuk mendengarkan suara rakyat dan tidak terburu-buru dalam pengesahan RUU KUHAP, mengingat partisipasi publik dalam penyusunan undang-undang telah dijamin oleh UU Nomor 12 Tahun 2011. Menurutnya, proses yang tergesa-gesa berpotensi mengabaikan aspirasi masyarakat dan menciptakan undang-undang yang tidak ideal.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.