Informasi dari Gunem.id mengungkap kekhawatiran para ekonom terhadap pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), super holding BUMN terbaru. Defiyan Cori, ekonom konstitusi, mempertanyakan urgensi pembentukannya. Menurutnya, model ini menyimpang dari prinsip Pasal 33 UUD 1945 dan meniru model negara lain seperti Temasek (Singapura) atau Khazanah (Malaysia tanpa menjelaskan relevansinya dengan kondisi Indonesia.

Related Post
Defiyan menekankan bahwa akar masalah BUMN terletak pada manajemen dan dominasi kekuasaan pemerintah, bukan pada struktur. Ia mempertanyakan logika di balik penggabungan aset tujuh BUMN strategis senilai lebih dari Rp 9.000 triliun ke dalam BPI Danantara. "Publik perlu tahu alasan di balik konsolidasi aset ini," tegasnya.

Ia mendesak kajian holistik untuk meningkatkan efisiensi BUMN, bukan hanya perubahan regulasi. Ia juga menyoroti potensi kerugian publik dari kebijakan pemecahan saham (stock split) melalui IPO. Defiyan bahkan meminta Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan ulang pembentukan BPI Danantara, terutama jika digunakan sebagai jaminan utang. "Ini berpotensi menjadi sumber korupsi baru," pungkasnya. Pembentukan super holding ini perlu dikaji ulang secara mendalam agar tidak menimbulkan masalah baru di masa mendatang.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.