Gunem.id – Perilaku konsumtif sudah menjadi kebiasaan di kota-kota besar, termasuk Surabaya. Penggunaan plastik sekali pakai, konsumsi air tanah berlebihan, dan belanja barang-barang tidak penting, menjadi contoh nyata.
Related Post
Hal ini tentu berdampak buruk bagi lingkungan dan ekosistem di perkotaan. Penumpukan sampah akibat penggunaan plastik berlebihan menjadi masalah serius.
Sosiolog UINSA Surabaya, Andri Arianto, mengajak masyarakat untuk mengubah cara pandang dan beralih ke perilaku ekonomi yang ramah lingkungan. "Kita bisa bersama-sama merubah cara pandang dengan perilaku ekonomi yang ramah lingkungan, penggunaan kembali atau mendaur ulang, dan penggunaan perangkat teknologi yang mudah diperbaiki," ungkap Andri.
Konsep ini dikenal sebagai pengembangan ekonomi sirkular, yang bertujuan untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan.
Andri menilai, Pemkot Surabaya sudah menerapkan aturan terkait pengembangan ekonomi sirkular. Program Green City, Perwali tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik, dan program 3R (reduce, reuse, recycle) menjadi bukti nyata.
"Ini yang sering disebut sebagai pengembangan ekonomi sirkular, untuk masa depan berkelanjutan. Kita berikan apresiasi yang tinggi kepada Pemkot Surabaya, yang sudah merintis dengan baik program-program ramah lingkungan tersebut," ujar Andri.
Andri juga menekankan pentingnya peran Bappedalitbang Kota Surabaya dalam mewujudkan infrastruktur daur ulang yang efisien dan terintegrasi di Surabaya.
"Di Kota Surabaya sendiri telah digencarkan ekonomi sirkular di beberapa kampung tematik, seperti di kampung Tenggilis Mejoyo, itu melakukan daur ulang sampah tutup botol plastik untuk dijadikan meja, kursi, asbak, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, ada pula daur ulang banner bekas yang disulap menjadi salah satu bagian dari material untuk pembuatan furniture," sebutnya.
Kampung tematik tidak hanya fokus pada daur ulang, tetapi juga mencakup kuliner, pertanian, dan wisata. Penentuan kampung tematik ini juga harus mempertimbangkan budaya di daerah setempat.
"Hubungan antara kampung tematik dengan ekonomi sirkular, yaitu saling mendukung dalam menciptakan pariwisata yang berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat lokal," jelasnya.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular, kampung wisata tematik dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya lokal secara efisien, mengurangi limbah, dan mendorong daur ulang serta penggunaan ulang produk yang ada.
"Keberhasilan ini mengingatkan bahwa ekonomi sirkular memerlukan keterlibatan aktif masyarakat dan dukungan dari berbagai sektor," pungkasnya.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.