Gunem.id – Diskusi yang digelar Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) di Jakarta baru-baru ini menyoroti nasib petani Indonesia yang selama bertahun-tahun seolah terabaikan. Tema "28 Tahun Petani Tak Terurus" menjadi tajuk diskusi yang menghadirkan pegiat Komite Pendayagunaan Pertanian, Khudori, dan pegiat pangan dari PPI Jawa Barat, Dadan K Ramdan.

Related Post
Dadan, mantan aktivis mahasiswa yang kini fokus pada pemberdayaan pertanian, menekankan bahwa petani memiliki daya juang tinggi. "Ada program atau tidak, petani tetap bertani," ujarnya. Namun, ia menyayangkan kebijakan pemerintah yang seringkali justru menjadi kendala. Menurutnya, bukan program semata yang dibutuhkan, melainkan fasilitasi dan pengawalan usaha pertanian petani. "Banyak program yang malah membebani," tegas Dadan. Ia menunjuk mata rantai penjualan hasil pertanian sebagai titik krusial yang perlu mendapat perhatian serius. "Ketika petani gagal panen atau butuh modal, siapa yang membantu?" tanyanya.

Senada dengan Dadan, Khudori, pengamat pertanian, mengapresiasi upaya pemerintah menyetop impor beberapa komoditas demi swasembada pangan. Namun, ia menekankan perlunya pendekatan yang lebih berpihak pada petani, terutama terkait lahan dan pendampingan. Data menunjukkan penurunan luas lahan pertanian yang dikuasai petani, dari 0,89 hektar pada 2013 menjadi 0,69 hektar pada 2023. Akses petani pada penyuluhan dan bantuan juga menurun.
Khudori memaparkan kunci swasembada pangan: mengurangi program berorientasi proyek yang tak berkelanjutan, menangani penyempitan lahan pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani, melindungi lahan produktif, dan menekan pemborosan pangan. Ia menyoroti angka food loss and waste yang tinggi di Indonesia, menunjukkan perlunya solusi untuk mengurangi pemborosan makanan. Kesimpulannya, negara harus hadir untuk melindungi dan memberdayakan petani, bukan hanya dengan program, tetapi juga dengan kebijakan yang berpihak dan berkelanjutan.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.