Informasi dari Gunem.id menyebutkan bahwa warisan utang negara yang mencapai angka fantastis, yakni Rp 7.879,07 triliun atau 39,17 persen dari PDB, menjadi sorotan. Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, memperingatkan potensi dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan kinerja presiden mendatang.
Related Post
Bhima membantah klaim yang menyatakan bahwa peningkatan utang berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Ia menekankan bahwa utang yang terus membengkak justru akan menjadi beban berat, bahkan mengancam laju pertumbuhan ekonomi. Angka ini, jika dibagi rata per kapita, berarti setiap warga negara Indonesia menanggung utang sekitar Rp 28,8 juta.
Beban ini, menurut Bhima, akan semakin terasa bagi presiden terpilih tahun 2024. Proyek-proyek besar seperti kereta cepat Jakarta-Bandung, yang awalnya tampak sebagai kewajiban BUMN, akhirnya menjadi tanggung jawab APBN. Hal ini mengakibatkan pembengkakan anggaran negara untuk membayar bunga utang yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 440 triliun tahun ini, dan berpotensi meningkat menjadi Rp 480 triliun tahun depan.
Kondisi ini, lanjut Bhima, akan membatasi ruang gerak presiden mendatang dalam menjalankan program stimulus ekonomi. Program-program untuk UMKM dan industri akan terhambat karena sebagian besar pendapatan negara tersedot untuk membayar bunga utang. Dengan demikian, warisan utang ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan menyulitkan pemerintah dalam menjalankan program-program pro rakyat.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.